Rinai di Langit Biru
Karena kamu adalah awal tanpa akhir, dengan segenap keyakinan dan segunung keraguan. Tapi. Aku ingin. Kamu. Dia selalu datang tiba-tiba, entah darimana, dan sudah berdiri di depanku. Tubuhnya yang tinggi mau tidak mau harus membuatku mendongak untuk hanya sekadar memandang wajahnya yang coklat, yang berkumis tipis, yang rambutnya berantakan, yang tampan dengan kulit gelapnya. Dia tersenyum, memamerkan sederet geligi putih dan rapih yang selalu membuatku iri, menjulurkan tangannya kepadaku, mengajakku pergi, berlari.