Posts

Showing posts from 2009

Pasir part II

Nauva langsung duduk dan menunduk, persis di hadapannya telah duduk sejak tadi Alif, yang sebenarnya sedikit tak percaya Nauva kini telah ada di hadapannya. “Aku tak pernah berpikir kita harus bertemu lagi” ujar Nauva pelan, nyaris tak terdengar kalau saja pantai sore itu ramai. Dia masih menunduk, memainkan dua buah sepatu birunya di pasir pantai. “Well, sama sepertiku. Aku tak berniat menunggumu di sini sejak tadi. Tapi kau tiba-tiba telah ada di hadapanku. Kita bahkan tidak janjian bukan? Apa yang membuat kita berdua ada di sini di waktu yang sama?” Nauva menggeleng, mencoba mengangkat sedikit wajahnya dan melihat dahi Alif yang berkerut seperti biasa. Seperti biasanya saat sepuluh tahun yang lalu. “Aku juga tak tahu. Aku hanya ingin kembali duduk di sini. Tak tahu kalau kau ada” Alif tersenyum, memperbaiki posisi duduknya, dan menyapu pasir yang melekat di celananya. Tubuhnya membungkuk, dia mengatupkan kedua tangannya sambil menatap sepatu Nauva. “Kau masih suka dengan warna bi

Santri-santriku

Seorang gadis cantik berusia lima tahun Rambutnya berombak sebahu Pipinya tembam, bibirnya mungil Kalau dia tertawa, giginya yg mungil seputih susu berderetan kelihatan Bola matanya amat hitam Sepekat malam yang paling hitam Kulitnya amat putih, Seputih susu Karena itu kuberi dia nama Haura Haura at-thahirah

Situs jejaring sosial (baca : Facebook)

Tidak. Saya tidak akan membahas facebook dari pandangan ulama, artis, mahasiswa atau dari para wanita karier. Saya akan membahasnya melalui sudut pandang saya dengan gaya bahasa saya sendiri. Pertama mengenal facebook, saya diundang -istilah kerennya diinvite- oleh salah seorang teman kuliah saya. Karena saat itu saya sedang mengalami yang namanya syndrominternetansampepuaspadapemakaianawal saya pun mendaftar di situs jejaring sosial itu. Meskipun pada saat itu saya masih asyik ber-friendster ria. Pada pengisian data, saya merasa si FB terlalu banyak bertanya dan terlalu banyak ingin tahu mengenai saya (dikarenakan FB juga menanyakan pandangan politik saya, alamat rumah sampai nomor telepon). Tapi saya mengisi data saya seadanya saja. Masih sama sekali belum tertarik ber-FB ria. Sampai beberapa bulan kemudian saya masih asyik menulis di bulletin boardnya Friendster, tiba-tiba FB menjadi sangat "merakyat". Saya yang juga memiliki jiwa ke-merakyat-an akhirnya mau tidak mau i

Untuk seseorang yang belum saya kenal

Bismillahirrahmanirrahim Mungkin terlalu dini saya menulis semua hal ini Karena kamu sama sekali belum saya kenal Baik nama, rupa, maupun sifatmu Tapi saya selalu percaya pada janji ALLAH. Sang Maha Penepat Janji :) Saya yakin, Kau bukan orang yang sibuk menghabiskan waktumu dengan sia-sia Bukan orang yang senang duduk berkumpul di pub atau diskotik Tapi kau sibuk dengan menuntut ilmu agama, majelis-majelis ilmu, dan meniti jalan dakwah

Pasir

PASIR Nakhwah berlari-lari kecil sepanjang pantai itu. Tapi tak lama kemudian langkahnya menjadi lebar dan cepat. Dia berlari sekencang-kencangnya. Tak peduli pada angin yg menerpa seluruh tubuhnya. Pada angin yang mengibarkan jilbab birunya. Pada angin yang menghempas di rok panjangnya. Dia juga tak peduli pada ombak yang menghantam kakinya, pada pasir yang menyelimuti tubuhnya, pada air laut yang mulai membasahi sebagian wajahnya. Nakhwah jatuh tersungkur, sebongkah karang menahan lajunya. Sakit. Amat sakit. Pasir itu seketika menjadi merah oleh darah yg mengalir dari kakinya. Tubuhnya kini telah sempurna dibalut pasir. Ombak kembali menghantam tubuh yang terjatuh itu. Yang tak punya daya lagi untuk bangkit. Yang tak punya kuasa lagi untuk berdiri. Tubuh Nakhwah ditutup ombak.

Butuh berapa banyak?

Butuh berapa banyak keberanian untuk membuat seorang Ibu rela mati demi melahirkan anaknya yang bahkan belum pernah dilihatnya? Butuh berapa banyak waktu yang diluangkan untuk membuat seorang teman mau menemani temannya dan mendengar keluh kesah temannya? Butuh berapa banyak semangat untuk membuat seorang mahasiswa menyelesaikan kuliahnya yang terasa makin membosankan setiap naik tingkat?

Lil' things, Big moments

Lil’ things, Big Moments Kalo nyium bau Bau Pop Corn… Jadi Ingat Twenty One di ManTos! Trus langsung ingat Nomat (Tapi Ga Rutin seh) sama NoReng satu kelas waktu pemutaran perdana Harry Potter & the order of phoenix. Bela-belain bolos kuliah Cuma buat beli tiketnya. Takut keabisan gituuuu… Kalo dengarLagu Mungkin Nanti-nya Peterpan… Langsung ingat Persami di Sandakan waktu kelas 2 SMA dulu Ada kakak kelas yang nyanyi lagu itu semalaman! Jadi mau nggak mau kalo dengar lagu itu langsung ingat masa-masa pramuka dulu. Jadi Pinru dengan anak buah yang aneh-aneh. Seru aja…

Jika ada yang bertanya pada saya

Jika ada yang bertanya pada saya. Jika ada yang bertanya pada saya apa itu kehidupan? Maka saya akan menjawab bahwa kehidupan adalah kematian, karena kematianlah yang dapat memberi tanda bahwa sesuatu itu hidup atau tidak. kita hidup untuk mati. Tapi tidak dengan sia-sia, ALLAH menciptakan kita bukan tanpa makna. Jadi hidup adalah pencarian makna yang akan berakhir dengan kematian dan melanjutkannya dengan perhitungan makna hidup seperti apa yang kita jalani.

And the story begins...

Saya Devi Liedany, Anak pertama, yang disegani, dan yang sering dipalak, oleh empat orang adik laki-laki saya. Saya satu-satunya Hawa dari 5 orang bersaudara bani Adam. Menurut Ibu tercinta yang rela membawa-bawa saya di dalam perutnya selama sebelas bulan, semua orang mengira kalau bayi mungil nan imut yang masih ada dalam perut itu adalah seorang bayi laki-laki. Ini hanya tebakan orang tua-orang tua dulu, dimana teknologi Ultrasonografi belum dikenal. Jadilah telah disiapkan sebuah nama jawa nan kharismatik untuk saya : Dimas Ariyanto. Pada hari selasa pukul empat sore, bertempat di Rumah Sakit Umum Luwuk, dengan suara tangis yang (mungkin saja) nyaring, saya merasakan udara luar untuk pertama kalinya, dan tentu saja dengan pandangan heran dari para sesepuh yang menyangka kalau bayi cantik ini adalah seorang cowok. Sehingga batallah nama Jawa nan kharismatik itu.