Matryoshka (Bag. 2)
Moskow, penghujung musim dingin Aku menangis. Seharusnya aku menangis. Tapi tidak di hadapan ‘wanita penting’ yang kini berdiri di depanku. Aku yang mengundangnya kemari, di depan Kathedral st. Basil. Sudah saatnya aku mengalah dan membuang sifat egoisku. Mrs. Petrovsky memang benar, jangan menghancurkan kebahagiaan wanita lain seperti sahabatnya sendiri yang menghancurkan kebahagiaannya. Tapi keputusanku ini bukan karena kisah Mrs. Petrovsky, bukan juga karena aku merasa bersalah atau karena aku tak ingin mengkhianati wanita yang belum sepenuhnya aku kenal ini. Juga bukan karena aku tak membutuhkan Pak Tegar lagi, karena ternyata saat aku mengambil keputusan ini justru rasa butuh itu semakin besar dan nyaris membuatku mengurungkan niatku untuk menyelesaikan semuanya sebelum aku kembali ke Indonesia. Semua itu lebih karena aku menyerah, aku putus asa. Aku tak punya energi lagi untuk mempertahankannya, aku lelah dan ingin berhenti saja.