Bertamu Dia


It's been a long time since I posted something on my blog. Omoo....feels like I've transformed to
emak-emak who needs nine day a week and thirty five hour a day.

Sehingga untuk memperingati dua tahun pernikahan yang sudah lewat sebulan (hakhakhak) saya memutuskan sedikit meluangkan waktu untuk melakukan hal yang sangat saya sukai selain menyikat kamar mandi di malam hari, menulis.

Dua tahun, pernikahan kami baru seumur pohon jeruk nipis yang ditanam di depan rumah. Untuk ukuran rata-rata jangka waktu kredit kendaraan bisa dipastikan belum lunas, apalagi kalau mau kredit rumah. Tapi ada loh yang pacaran sampai tujuh tahun dan putus di pertigaan jalan. Nanggung amat yak. Nambah tiga tahun lagi bisa lunasin kredit rumah, dapat rumah minimalis cantik, tipe empat-lima lah, dicat warna broken white, kasih taman kecil di depan. Uwes....uwes....


Sebelum menikah, saya tidak pernah kenal sama suami saya. Saya tidak tahu di belahan lain kota kecil ini tinggal seorang laki-laki bernama Adi Darmawan yang kelak akan menjadi suami saya. Jadi ketika pertama kali saya ditelpon teman saya dan bilang kalau dia menanyakan saya, beberapa detik saya coba mencari korelasi antara dia dengan saya, dan... gagal. Tidak ada satu hal pun yang menghubungkan dia dengan saya. Saya tidak tahu seperti apa orangnya, bagaimana rupanya, tidak pernah berpikir akan berjodoh dengan orang yang tidak pernah saya kenal sebelumnya. Yah, hanya kenal pun tidak menjamin dia jadi jodoh kita. Buktinya saya kenal dan sudah pernah ketemu langsung sama Fu Haifeng dan Lee Yong Dae meskipun mereka tidak kenal saya, tapi saya tidak jodoh tuh dengan mereka. Wkwkwk

Jadi, suami yang waktu itu belum jadi suami (kalimat yang membingungkan) nanya ke teman saya, kenal saya tidak? Saya orangnya gimana? Alamatnya dimana? Bla bla bla

Klasik kan? Haha

Dan ternyata pertanyaan tentang saya itu terus berlanjut sampai akhirnya suami menambahkan saya ke kontak aplikasi chatting-nya yang sedang populer sampai saat ini :P

Setelah jadi kontak selama beberapa hari barulah saya dikirimi pesan yang isinya singkat : apa kabar?

Kaku menurut saya. Untuk ukuran mantan anak band yang konon katanya sudah nulis satu lagu (bahakhakhakhak), bahasanya terlalu kaku. Saya pikir dia akan cerewet, katanya sih anak gaul, hihi. Saya jawab singkat. Selesai. Masih belum kepikiran itu percakapan pertama saya dengan (soon to be) suami saya.

Ehemmm....perlu di-bold dan italic-kan di sini, sejak saya jadi kontak dia, yang hanya dalam jangka waktu beberapa bulan sebelum menikah, hanya dua kali dia mengirim pesan ke saya. Pertama yang tadi itu, singkat, padat, mungkin hanya mau tes kontak, Haha. Yang ke dua begini :

Jadi, suami itu masih getol cari info lewat teman saya, tidak pernah tanya langsung ke saya. Nah, daripada bertele-tele, langsung saya skak saja, "jadi serius nih? Langsung hubungi ustadz saja sana". Jadi suami itu sudah sering ikut ta'lim dan yang mengisi ta'lim itu murobbi saya jugak. Dan tetap masih belum kepikiran kalau cerita ini akan berakhir dengan pernikahan. Haha

Saya juga saat bilang begitu ke dia nothing to lose sih. Sekalian menyeleksi mana orang-orang yang betul-betul serius mana yang tidak. Kalau dia mundur berarti dia tidak serius, dan saya selamat dari orang-orang tidak jelas semacam itu :p

Kalau dia menyanggupi permintaan saya, berarti dia serius, kenapa tidak kasih dia kesempatan? Kalau tidak jodoh ya tidak apa-apa, orang tidak kenal juga :p kalau jodoh ya Alhamdulillah.

The guy you just met , you can't directly trust them. But when they prove something good , maybe they have a chance. (Aftershock)

*Baru juga dua puluh enam
*Self keplak

Saya bilang begitu kan pagi kan, siangnya dia langsung janjian ketemu sama Ustadz. Ugh...I adore you kaks!

Kami pun bertukar biodata lewat ustadz. Saya sengaja tidak menyertakan foto buat jaga-jaga kalau ta'arufnya gagal terus semesta berkonspirasi mempertemukan kami di suatu tempat pada suatu hari, dia tidak akan mengenali saya. Fyi, suami juga belum pernah melihat saya, mau lihat foto saya di Facebook katanya isinya foto belakang semua. Hakhakhak. Sementara dia kasih biodata lengkap dengan foto berdasi dan berjas plus gaya rambut blateng - belah tengah. Beuh
*Nahan ketawa

But, when I read his profile, there was a part which made me melted. An honesty statement. I wont't tell which part it was. Bahkan dia pun tidak tahu bagian mana dari tulisannya di biodata yang membuat saya menjawab 'ya' untuk melanjutkan proses ta'aruf ini.

And the story goes just like a fairy tale :')

Pertama saya berkenalan dengan kakak perempuannya
Ke dua saya bicara ke orang tua
Dan ke tiga, dia datang ke rumah bersama keluarganya untuk berkenalan langsung dengan saya. Pertama kalinya kami berdua bersua secara langsung. Tapi ternyata selama pertemuan itu dia tidak berani melihat ke arah saya, padahal hanya sekali itu kesempatan bertemu. Fix dia baru benar-benar melihat saya setelah akad, dengan dandanan menor yang kalah banyak dari lady boy-nya Thailand >,<

Jadi, mbak mbak, mas mas, jika konon katanya yang namanya jodoh itu pasti ada jalannya, percayalah, itu benar adanya. Kalau yang sebelum-sebelumnya banyakan dramanya, yang ini no drama. Lancar jaya seperti jalanan Jakarta di hari libur cuti bersama setelah lebaran. Tidak perlu waktu lama, kenal Agustus, nikahnya Oktober.

Yakin dia benar-benar jodoh saya?

Nope. Sampai sebelum akad tidak ada keyakinan dia jodoh saya. Berenanglah, tapi jangan melawan arus. Bukan arah aliran sungai yang harus kita pilih, tapi pilihlah sungai mana yang akan kita arungi kemudian melompat lah dengan yakin tanpa takut tenggelam, dan berenanglah mengikuti arus.

Ubah paradigma kita. Alih-alih sibuk memilih orang yang ingin kita nikahi, sibuklah memilih cara seperti apa kita ingin menikah. Pilihlah cara seperti yang Allah perintahkan, tidak peduli siapa yang akan kamu nikahi, selama dengan cara-Nya, tidak perlu cemas meyakinkan diri dia jodoh kita atau bukan.

I might end up opening the wrong door someday, only to find I can't back out. Whatever, if the door's been opened, I better make a go of it.
-Haruki Murakami-

***
Epilog

"Serius? Jadi kakak belum pernah lihat wajah saya sebelum menikah?" *Wink*
"Iya"
"Kok yakin mau nikah sama saya?"
"Yaah....pokoknya yang penting nikah"
"Oohh...saya pikir kakak pernah lihat saya dimana gitu, terus terpana dengan kecantikan saya, terus kakak nanya-nanya ke teman-teman saya. Wkwkwk"
*Dijitak suami*

Rumah,
Sambil melirik Ayyub yang pulas
10.05 PM

Comments

Popular posts from this blog

Pierre Tendean (Lagi-lagi)

Saya dan Tahun 60-an

Antara Pierre Tendean dan Hiruk Pikuk Jalanan Di Depan Kantor