Saya dan Tahun 60-an
Ada semacam rasa suka yang tak
terkatakan antara saya dan masa itu. Secara kebetulan (meski saya tidak percaya
dengan yang namanya kebetulan, tapi untuk saat ini saya menyebutnya kebetulan
saja) saya menyukai tokoh-tokoh tahun 60-an mulai dari John Lennon (1940-1980),
Pierre Tendean (1939-1965) dan Soe Hok Gie (1942-1969). Saya menyukai masa-masa
itu meski saya tahu kondisi di Indonesia belum stabil dan tahun 60-an sama
sekali tidak dapat dipisahkan dengan PKI.
Di jaman yang serba modern, mudah
dan praktis seperti sekarang ini, saya malah merasa tidak nyaman meski saya
sendiri memanfaatkan semua kemudahan itu. Tapi ya, saya lebih suka jaman dulu
ketika orang masih saling berkirim surat untuk berkomunikasi. Ada sisi romantis
di dalamnya. Maksud saya, menulis surat itu tidak semudah mengirim email,
chatting atau wall di facebook. Untuk menulis surat kita perlu membeli kertas,
pena dan amplop. Kemudian menulis isi surat dengan tangan sampai pegal. Setelah
surat selesai, kita masih harus bersepeda lagi ke kantor pos untuk membeli
prangko dan mengirimkan suratnya. Begitu banyak proses yang harus kita lalui
sehingga orang yang hanya setengah hati ingin menyapa temannya yang tinggal
berjauhan pasti tak mau bersusah-susah melakukan semua hal itu. Tidak seperti
jaman sekarang yang hanya tinggal mengetikkannya di telepon genggam, menekan
tombol ‘send’ dan voila! Kita sudah menyapa teman kita. Terlalu mudah dan tidak
menantang. Kita semakin sulit membedakan mana orang yang tulus dan tidak, mana
orang yang jujur dan tidak.
Saya termasuk orang yang tidak
terlalu menyukai teknologi. Saya lebih mengagumi sepeda ontel,
bangunan-bangunan tua, jam analog, saya bahkan sebenarnya tidak begitu menyukai
facebook (tapi rajin sekali berkunjung ke sana. Paradoks pertama dalam hidup
saya). Saya lebih suka rambut kepang dua, baju motif bunga-bunga kecil, saya
suka semua yang berbau oldies. Saya merasa
lebih cocok hidup di jaman itu dan merasa tahun 60-an itu tahun yang romantis. Naik
sepeda berdua di antara sawah-sawah, pasar malam di tanah lapang, suasana kota
yang belum sehiruk pikuk seperti sekarang ini, lagu keroncong…semua hal itu
selalu menarik perhatian saya. Meski hidup di jaman itu pastilah berat pasca
pemilu tahun 1955 dan pasca pemberontakan PKI di mana harga naik gila-gilaan
dan pemberlakuan sanering. Saya rasa masa itu semua orang memang harus
bergerak. Presiden Soekarno yang makin merosot pamornya karena pendiriannya
yang tetap mendukung PKI memang sudah saatnya untuk turun. Saya setuju dengan
Gie, meski PKI harus dibubarkan tapi bukan berarti semua pengikut PKI harus
dibantai atau dipenjara tanpa diadili. Itu sama saja seperti berpindah dari
masa kelam ke masa kelam yang lain.
Yang paling saya sayangkan tentu
saja peristiwa penculikan 6 orang Jenderal dan seorang Letnan satu. Menonton filmnya
yang panjang minta ampun, ditambah suasana tahun 60-an dan musik latar yang
seperti film horor membuat peristiwa itu tak terhapuskan di benak saya. Film Pengkhianatan
G 30 S / PKI lebih seperti film dokumenter bagi saya karena kronologis
kejadiannya diceritakan secara berurutan dari desas desus pemberontakan,
rapat-rapat rahasia PKI (D.N Aidit-nya tidak seperti yang saya bayangkan. Wajahnya
lebih seperti bapak-bapak santun daripada seorang PKI yang kejam), kehidupan
para Jenderal yang sayangnya hanya ditampilkan sekilas-sekilas saja (karena
bukan kehidupan mereka yang menjadi inti ceritanya meski menurut saya latar
belakang mereka wajib ditampilkan agar kita bisa memahami mengapa mereka lah
yang menjadi sasaran PKI selain kedudukan tinggi mereka di TNI-AD), dan tentu
saja peristiwa berdarah di Lubang buaya sampai pemakaman ke-7 Pahlawan
Revolusi.
Pierre Tendean
Sebagai korban salah tangkap,
tentu saja kakaknya tidak terima adiknya diperlakukan seperti itu. menjadi
satu-satunya anak laki-laki di keluarga dan yang paling dibanggakan karena
prestasinya di dunia militer, tentu saja kematian Pierre membuat keluarganya
sangat terpukul. Di usianya yang masih sangat muda dia sudah menjadi ajudan
seorang Menko Hankam / Kasab Jenderal A.H Nasution meski dia tidak menyukai promosi
jabatannya yang baru itu. Dia malah berniat kembali ke garis depan setelah
setahun menjabat sebagai seorang ajudan.
21 Februari 1939 dia lahir di
Jakarta dan meninggal pada tanggal 1 Oktober 1965 di Jakarta dalam usia yang
masih sangat muda, 26 tahun. Ironis sekali karena sesungguhnya dia berniat
menemui keluarga Rukmini Chaimin kekasihnya pada bulan Nopember untuk melamar
dan betul atau tidak (saya lupa darimana saya mendapat sumbernya) dia berniat
untuk masuk Islam. Ayah Rukmini adalah seorang yang terpandang di Medan dan
sangat dihormati oleh para tentara-tentara yang bertugas di sana, termasuk
Pierre yang kala itu bertugas di Medan saat pemberontakan PRRI-Permesta. Beberapa
hari sebelumnya, ketika mengantarkan adik iparnya naik kereta api ke Semarang,
dia menceritakan niatnya itu. Tapi semuanya tidak terlaksana. Keluarga Pierre
dan Rukmini baru mengetahui kabar kematiannya pada tanggal 5 Oktober 1965 saat
akan dimakamkan di TMP Kalibata. Rukmini sangat terpukul (tentu saja. saya
sendiri tidak bisa membayangkan bagaimana reaksinya mendengar kabar itu) dan
baru benar-benar bisa melupakan Pierre 5 tahun kemudian ketika dia menikah
dengan pria lain.
Rukmini Chaimin |
Kisah Pierre dan Rukmini sama
ironisnya dengan kisah Gie dengan Rina dan Ker. Mereka berdua meninggal di usia
yang hampir sama, Pierre 26 tahun dan Gie 27 tahun kurang sehari (yang berarti
saat itu usianya juga masih 26 tahun). Mereka hidup di jaman yang sama, Gie
sebagai mahasiswa dan Pierre sebagai seorang tentara. Hidup mereka memang tidak
saling bersentuhan, tapi secara tidak langsung mereka saling terhubung. Saya rasa
jika mereka berdua saling kenal, pastilah mereka akan menjadi teman baik
(dugaan saya saja. Mereka hanya selisih umur 3 tahun dan mereka sama-sama
berjuang di bidang mereka masing-masing).
Hidup dengan mereka berdua tentu
saja tidak mudah. Lihatlah Maria yang khawatir pada Gie atau Ibu Pierre yang
tak ingin anaknya terjun langsung di medan perang. Tidak mudah memang hidup
berdampingan dengan orang-orang yang idealis seperti mereka dan Gie mengakui
hal itu. Kadang dia khawatir dengan nasib wanita yang dicintainya nanti jika
dia masih tetap hidup dengan penuh idealismenya itu, Sehingga dia pernah memutuskan
untuk tidak ingin dekat dengan wanita. Jadi beruntunglah wanita-wanita yang
pernah dicatat sejarah pernah menjadi bagian hidup mereka. Tentu saja yang
paling beruntung adalah Rukmini Chaimin (Aih, saya iri padanya. Pierre yang banyak
diidolakan gadis-gadis kampus dan teman-temannya malah hanya mencintai dirinya
saja. Sama sekali tidak berpaling pada wanita lain meski saat itu mereka
tinggal terpisah. Dan surat! Ya, Pierre dan Rukmini rajin saling berkirim
surat. Seorang tentara dengan kehidupan militer yang keras ternyata bisa
menjadi sangat lembut dan romantis pada wanita yang dicintainya. Lucky girl!).
Semakin ngelantur kemana-mana
rupanya -_____________-“
Apalagi setelah hal yang
menyebalkan terjadi sejak kemarin sore sampai tadi malam. Saya butuh relaksasi,
saya butuh liburan, dan saya tidak butuh saran-saran yang bertentangan dengan
apa yang saya inginkan. Percuma.
UPS Soho
9.49 AM
Setelah percakapan menyedihkan
dan menyebalkan semalam
Saya tidak lagi menunggu
Hebat. Ternyata Pierre ada niatan masuk Islam saat akan menikahi Rukmini. Al Fatihah untuk Pierre Tendean....
ReplyDeleteLalu, dimanakan saat ini sosok Rukmini? Apakah masih hidup?
Pengen ketemu rukmini, banyak orang bilang w mirip sama diaa 😩
ReplyDeleteIya mbae, mirip betul mukanya pas saya liat fotonya
DeleteUntunglah si Pierre Tendean itu tdk sempat masuk Islam. Klo saja sempat, sangat disayangkan di alam akherat, kemungkinan besar beliau akan disiksa di neraka jahanam karena telah menggadaikan keyakinannya demi seorang wanita. Sebab, hanya di ajaran agama Islam saja yg mengajak seluruh umatnya masuk kedalam neraka jahanam ... !!!
ReplyDeleteKata siapa ajaran islam saja yg mengajak seluruh umatnya masuk kedalam neraka. Sudah pernah liat neraka memangnya?
DeleteNgomongin surga neraka....kayaknya bukan hak kita
ReplyDeleteTerlepas surga neraka biar TUHAN yg menentukan
Menghargai ..sejarah para patriot adalah cermin kita menghargai diri sendiri.
Selain muslim dan belum sempat syahadat bisa dipastikan neraka lah tempatnya,TPI kita tdak tahu bagaimana proses kematian nya,sangat disayangkan sekali Tendean tdk masuk Islam
DeleteNyimak sangat terharu
ReplyDeleteJelang pergantian bulan September ke Oktober 2019
ReplyDeleteBlog ini bakalan byk tamu lagi . . . .
JOIN NOW !!!
ReplyDeleteDan Dapatkan Bonus yang menggiurkan dari dewalotto.site
Dengan Modal 20.000 anda dapat bermain banyak Games 1 ID
8 Pasaran Togel Terbaik Bosku
Joker Slot, Sabung Ayam Dan Masih Banyak Lagi Boskuu
BURUAN DAFTAR!
MENYEDIAKAN DEPOSIT VIA PULSA TELKOMSEL / XL
DOMPET DIGITAL OVO, DANA, LINK AJA DAN GOPAY
UNTUK KEMUDAHAN TRANSAKSI , ONLINE 24 JAM BOSKU
dewa-lotto.site