Opu Dan George Clooney

Ngopi dulu pak'e buk'e

Untuk urusan curhat, semenjak jadi mamak-mamak itu ternyata susah yak. Selain agak-agak tidak pantas mamak-mamak ngember di media sosial, mau menulis di blog juga jadi agak susah, susah waktunya, susah mikirnya. Akuh berasa mulai lemot, God.


Kadang saya rindu me time saya, bebas curhat menulis kapan saja, and most of all, bebas tidur kapan saja. Tapi Ayyub bikin saya tidak masalah dengan banyaknya me time saya yang hilang. Cause being a mother is worth living for. Tidak ada alasan untuk tidak jadi mamak yang terbaik buat dia. Tidak harus sarjana kan buat jadi the best mom in the world. Haha

Bicara soal sarjana alias jenjang pendidikan, beberapa tahun lalu seorang teman saya, sebut saja dia Opu, sedang bersedih sebab calon istrinya tidak lolos babak kualifikasi karena belum sarjana. Kebenaran si Opu ini sudah S2, orang tuanya maunya istri anaknya itu minimal sudah sarjana, lebih bagus lagi kalo sama-sama sudah S2, dan sepertinya lebih waw lagi kalo bisa sampai S3. Waktu itu saya bertanya-tanya, orang tuanya nyari dosen paruh waktu apa mantu. Gitu amat syaratnya. Untung bukan saya yang jadi calon istrinya, si Opu juga bukan tipe saya, kalo George Clooney, naah, itu baru tipe saya. Sayang saya bukan tipe Oom Clooney, seujung kuku Amal Alamuddin juga tidak. Dia itu pengacara HAM internasional, apalah saya yang hanya pengamat HAM tingkat kelurahan. Kalau saya yang jadi calon istrinya paling saya juga akan...akan...mundur dengan teratur. Mending hidup tenang berumah tangga daripada harus bertempur dengan mertua. Rasanya tidak enak. Silahkan Anda coba kalau nekad.

Balik ke Amal Alamuddin, eh, sarjana, saya juga belum lulus-lulus semenjak berstatus sebagai mahasiswa di tahun 2007. Satu dekade perjuangan yang belum berakhir karena belum dimulai kembali. Sepertinya pendidikan formal tidak cocok untuk saya. Err, oke, ini hanya mencari-cari alasan saja. Terakhir kali saya kuliah tahun 2010 dan belum berlanjut hingga saat ini. Bisa jadi saya sudah di DO secara sepihak oleh universitas, diputus hubungannya sebelum saya bisa menjalaninya lebih jauh lagi. Tidak sakit, tapi berdarah. Kadang saya suka terluka kalau melihat foto-foto wisuda teman-teman seangkatan saya. Percayalah, jika kamu sudah semester enam dan tidak sempat untuk lanjut kuliah, foto-foto wisuda itu lebih mengiris hati daripada foto-foto nikahan mantan yang di unggah di Facebook beserta nama kamu ditandai dalam foto itu. Lagian itu maksudnya apa coba pake ditandai segala? Tidak ditandai pun fotonya tetap keliatan di beranda, akun kamu kan tetap jadi akun favorit akuh. Eaaa...eaaa...weiii penontooon....

Nah, berhubung Ayyub sebentar lagi akan disapih, saya berencana untuk lanjut studi lagi. Gelar sarjananya nanti buat apa? Buat jadi ibu yang cerdas dalam mendidik anak? Hohoho...tentu saja tidak. Tidak perlu gelar seabrek di belakang nama untuk menjadi ibu yang cerdas dan terbaik buat anaknya. Tentu saja gelar itu buat daftar jadi PNS dong. Sasusnya kan gaji PNS tahun 2018 akan ditambah tunjangan kinerja. Lumayan kan, sudah gaji tinggi, kerja juga lebih tenang karena tidak perlu takut dengan ancaman mutasi ke seluruh pelosok Indonesia.

Ternyata selain makin lemot, saya juga semakin absurd.

Kilo 5
11.02 PM

Comments

Popular posts from this blog

Pierre Tendean (Lagi-lagi)

Antara Pierre Tendean dan Hiruk Pikuk Jalanan Di Depan Kantor

Saya dan Tahun 60-an