THING SO CALLED ‘DRAMA AKHIR PEKAN’


Pernah merasa sangat-sangat melodramatis sampai-sampai dirimu merasa menjadi pemeran utama di sinetron kejar tayang ‘Putri Yang Ditukar’? Atau merasa sangat-sangat galau entah kenapa dan membuat kamu lari ke pantai dan ingin menangis persis seperti di serial-serial Korea/Jepang dengan latar pantai indah nan luas, deburan ombak, camar, plus angin yang bertiup kencang dan membuat rambut panjang indahmu berkibar. Pernah?

Well, saya tidak sampai segitunya juga sih. Tapi entah kenapa pekan kemarin saya merasa sangat-sangat galau dan menuliskan status #galau maupun #penggalauan di BBM saya dan secara otomatis merendahkan status BBM saya di titik nadir padahal sebelumnya saya menuliskan status yang cukup keren : ‘ngantuk tiada tara tapi mata dengan sekuat tenaga tak mau terpejam’.



Actually, pertama kalinya saya merasa galau mungkin saja telah terjadi berbelas-belas tahun yang lalu. Ketika adik ke-4 saya yang dilahirkan mama pada tahun 1996 ternyata masih berjenis kelamin yang sama sepeti dua adik saya sebelumnya. Yeah, they’re boys. Dan makin galaulah saya ketika adik ke-5 saya lahir dan masih tetap seorang calon tukang pukul saya. I had no idea how could this happened to me? Sementara teman-teman saya yang lain sedang asyik-asyiknya bermain boneka dan rumah-rumahan dengan saudarinya, saya harus bergulat dengan adik-adik saya untuk memperebutkan sesuatu. Tak jarang saya mendapat kekerasan berupa tinju dan tendangan dari kaki dan tangan kecil mereka. Atau dikejar dengan menggunakan sapu yang kau-tahu-bagaimana-tebalnya-gagang-sapu-lima-belas-tahun-yang-lalu. Atau saya pergi ke sekolah dengan mata sebelah kiri yang bengkak dan berwarna biru hasil pukulan adik saya yang masih merangkak yang menggunakan entah darimana dia berhasil mendapatkan botol minyak tawon besar seukuran botol UC 1000 di tangan mungilnya. Padahal saat itu saya sedang tidur manis layaknya putri tidur di sisinya. Dan sampai di sekolah saya mendapat perhatian lebih dari ibu-ibu teman sekolah saya. Mungkin mereka mengira saya mengalami penganiayaan dan perlu dibantu untuk melapor pada Kak Seto. Yes sir, saya telah dianiaya oleh adik saya sendiri yang masih berumur mungkin sekitar 8 bulan.

Penggalauan saya selanjutnya saat SMP kelas dua. Mungkin itu adalah tahun terburuk saya karena setelah setahun bertengger di peringkat 1 tanpa tergoyahkan, saya harus menerima kenyataan kalau tahun berikutnya saya terlempar ke peringkat 13. What-the…

Saya tidak stress, atau lari ke pantai belok ke pasar kemudian menangisku. Tidak. I hate being drama queen. Saya Cuma duduk diam saja dengan kegalauan tiada tara melihat teman-teman saya yang berencana pergi ke pantai setelah selesai terima raport. See? Entah kenapa galau selalu berhubungan dengan pantai.

Tapi uniknya, saya punya feeling yang cukup kuat. Termasuk feeling kalau saya hanya akan punya empat orang tukang pukul cowok alih-alih saudari perempuan nan imut tempat berbagi segala hal. Saya juga sudah punya feeling peringkat saya akan terlempar seperti cakram yang meluncur bebas dari tangan seorang atlet lempar cakram meskipun hasil ulangan saya bahkan sempat menduduki nilai tertinggi di kelas dengan nilai sempurna. Termasuk feeling untuk kegalauan pekan kemarin.

Yah, meskipun saya tidak suka dengan Drama, mau tidak mau, harus saya akui, hidup itu adalah drama tapi yang tentu saja tak se-lebay sinteron Putri yang Ditukar maupun sinetron Anugerah. Atau bahkan mungkin tak akan se-complicated sinetron Kupinang Kau Dengan Bismillah.

Yap. Lanjut.

I can’t call this you-know-who my own. Tentu saja. Dasar!!!

Bukan, bukan itu intinya.

Intinya, HOW sedang menjadi pertanyaan paling besar saya saat ini. HOW, bagaimana? Bagaimana? Bagaimana caranya? Bagaimana jalannya? Lurus kah? Belok kah? Atau saya harus berhenti dan kembali ke jalan awal? Bagaimana???

Tentu saja pertanyaan itu tidak saya tujukan kepada seseorang. Tapi sedang saya tujukan di setiap waktu-waktu yang disediakan Allah untuk menjawab doa-doa hamba-hambaNya yang berdoa kepadanya. Yang meminta kepadanya dengan segenap rasa penasaran atas jawaban yang mereka inginkan. Yang meminta dengan tetesan air mata, dengan bahasa gaul, dengan pakai kata ‘plis ya Allah’ di setiap akhir kalimat doanya, yang bilang ‘mohon dengan sangat’ atau bahkan yang berdoa sampai lupa mau doa apa saking banyaknya hal yang ingin dia adukan pada Sang Maha Pendengar curhat hamba-hambaNya. Curcol sekalipun.

Allah maha tahu kok. Segalanya telah Dia sediakan. Semua jawaban doa telah Dia tuliskan. Tapi yah namanya manusia, selaluuuuu saja penasaran dan ingin tahu. Selaluuuuu saja tidak pernah merasa puas dengan janji yang telah Allah sebutkan. Tapi disitulah Allah menyukai hamba-hambaNya. Allah suka hambaNya berdoa kepadaNya, kecil maupun besar pertanyaan ataupun permintaan mereka. Karena itulah kita diberi kesusuhan, diberi rasa galau yang secara misterius datang menjelang tidur. Agar sebelum tidur kita ingat pada Allah. Agar kita ingat betapa kita bukan siapa-siapa jika Allah berkehendak. Termasuk agar kita sadar bahwa kita tidak bisa memaksa Allah untuk mengikuti mau kita. Allah selalu tahu apa yang terbaik buat kita.

Bagaimana ya Allah?

Bagaimana caranya?

Bagaimana jalan yang Engkau sediakan?

Termasuk, bagaimana bisa saya tiba-tiba menjadi seperti orang yang baru sembuh dari amnesia dan baru menyadari sesuatu setelah bertahun-tahun melewatinya begitu saja? Allah benar-benar luar biasa membuat semuanya berjalan tepat waktu. Iyah! Tepat waktu! Saya benar-benar dibuat kagum dengan skenario-Nya. Skenario langit memang begitu sempurna dan kini saya hanya bisa terbengong-bengong dan bertanya, ‘Allah, bagaimana?’

Bukan bagaimana caranya Dia membuat semua ini terjadi setelah bertahun-tahun mengalir begitu saja. Tapi bagaimana caranya saya menjalaninya? Bagaimana caranya saya berenang di atas aliran air yang mengalir itu? karena sesungguhnya I totally-definitely have nooooo idea. Satu pun! Sedangkan diam bukan tindakan yang tepat dalam situasi seperti ini.

So, those things make me ‘galau’.

Bukan galau seperti definisi pada umumnya yang biasanya menimpa kaum single maupun kaum yang menjalani LDR maupun VLDR (very long distance relationship) yang sering merasa resah, gelisah, bingung, rindu, dst. Bukan. Saya cukup tau diri kalau bukan seperti itu yang ada dalam islam. Ini bukan tentang hal-hal sepele, tidak penting, yang tidak punya tujuan akhir apapun. Hanya saja ini juga tidak cukup penting untuk meminta bantuan Presiden Republik Indonesia untuk sama-sama memikirkannya dan mencari jalan keluarnya. Lain cerita kalau ada hubungannya dengan staf khusus presiden urusan dalam negeri *halah. Bahas apa sih ini sebenarnya?

Kembali ke topik awal : Drama akhir Pekan

Yah, saya baru saja membuat drama yang hanya saya sendiri sebagai pemerannya. Drama yang bikin saya galau karena episode kali ini tidak begitu baik. Saya salah bicara. Sedikiiiiit. Tapi akibatnya mungkin sangat besar. Padahal saat itu saya hanya refleks menanggapi perkataan teman saya, tapi masalahnya tanggapan saya itu didengar oleh orang yang mungkin seharusnya tidak usah mendengar apa yang kami bicarakan sehingga raut wajahnya tiba-tiba berubah menjadi agak…kecewa. My big sorry. Tidak biasanya saya refleks seperti kemarin itu. benar-benar lupa kalau kata itu tidak bisa diucapkan dan selamat! Saya baru saja mempersempit peluang yang mungkin sebenarnya bisa saya dapatkan sebelum insiden kalimat refleks itu. Hhh….

Masalahnya, rasanya seperti semua hal yang saya inginkan tiba-tiba menjauh pergi. Everything’s getting worse. Rasanya saya baru saja kehilangan sesuatu yang baru saja sedang saya usahakan. Benar-benar dahsyat efek dari salah bicara ini.

Yah, paling tidak saya punya satu pesan moral disini.
Keep your tongue away from your you-know-me-so-weeellll’s sister.

Tengkyu!

Comments

Popular posts from this blog

Pierre Tendean (Lagi-lagi)

Antara Pierre Tendean dan Hiruk Pikuk Jalanan Di Depan Kantor

Saya dan Tahun 60-an