Sebuah Surat (Yang Terlambat) Untuknya
Setiap orang berubah, aku
berubah, dia berubah, kau berubah…semuanya butuh perubahan untuk menyesuaikan
diri. Tapi bukan berarti perubahan itu membuat kita saling menjauh bukan?
Perubahan tidak akan mengubah bagaimana rasanya tersenyum ketika kamu
menceritakan hal lucu. Dan perubahan juga tidak akan membuat aku merubah caraku
marah ketika dirimu lupa memberi kabar kalau hari itu kau harus pulang larut.
Tidak akan ada yang dapat merubah itu semua sayang.
Meski pada akhirnya kehidupan
kita berubah, tapi yakinlah apa yang ada di dalam hati ini tidak berubah. Aku
tetap akan selalu membuatkan masakan yang enak buatmu ketika kamu kembali ke
rumah kita meski itu harus melalui berkali-kali percobaan dengan hasil masakan
yang mengenaskan di percobaan awal, aku akan tetap menyiapkan baju kerjamu
setiap pagi, menyetrikanya dan memberikan sedikit pewangi di bajumu agar kau
selalu ingat kalau kau punya seorang istri di rumah yang selalu cemas menanti
kepulanganmu. Aku juga akan tetap mengirim sms untukmu setiap sejam sekali
untuk memastikan kau baik-baik saja disana.
Tidak akan ada yang berubah
sayang, aku janji
Kedua alismu yang bertaut karena
marah akan selalu lekat di benakku. Atau dengan mulutmu yang mengerucut setiap
kali aku berhasil mengerjaimu, aku masih sangat mengingatnya. Atau dengan cara
tertawamu yang aneh itu. Hanya kau satu-satunya orang yang aku kenal yang
tertawa dengan menyembunyikan tawanya.
Aku juga masih ingat ketika
pertama kali kita berboncengan. Ya ampun, betapa malu rasanya duduk di
belakangmu dan aku sama sekali tidak tahu bagaimana cara agar aku tidak
terjatuh dari atas motor tanpa berpegangan pada dirimu. Pada akhirnya aku
menyerah dan langsung memegang erat jaket yang kau kenakan. Jaket yang sampai
detik ini masih kupeluk agar aku dapat mengenangmu setiap saat.
Aku juga masih ingat saat pertama
kali kita pergi kencan. Kau mengajakku makan dan jalan-jalan. Untuk pertama
kalinya aku benar-benar merasakan yang namanya kencan seperti layaknya anak
muda yang sedang berpacaran. Saat itu usia pernikahan kita baru tiga hari. Aku
sibuk setengah mati sejak sabtu pagi untuk menyiapkan baju yang akan aku
kenakan nanti malam. Untunglah saat itu kau sedang berada di kantor sehingga
aku tidak perlu melihatmu yang menahan tawa jika melihat tumpukan baju yang aku
keluarkan dari lemari di atas tempat tidur hanya untuk dicoba satu persatu.
Sungguh sayang, aku benar-benar ingin terlihat cantik di matamu. Aku ingin kau
bangga menggenggam tanganku dan menunjukkan kepada orang-orang bahwa akulah
istrimu. Wanita yang kau nikahi dengan cinta.
Aku tahu kau selalu menganggapku
wanita paling cantik di dunia. Itulah hal pertama yang kau katakan setelah kita
resmi menjadi suami istri. Bagimu kecantikanku tak tertandingi dan kau bangga
menjadi suamiku. Tapi tetap saja aku cemas sayang. Di luar sana ada banyak
wanita yang pastinya sangat ingin mendekatimu. Sudah menjadi rahasia umum
sebelum kau menikah denganku telah banyak wanita yang berusaha keras agar
menjadi pasanganmu. Apa aku tidak pernah bilang kalau kau pria paling tampan
yang aku kenal? Kau pria paling dewasa dan ramah, kau paling baik hati, kau
paling pemalu, kau paling pendiam…semua sifatmu itu sangat disukai oleh para
wanita sayang! Aku cemas kalau-kalau kau berpaling dariku karena ada wanita
yang lebih cantik dari aku.
"Tapi kau cerdas!"
Itu yang kau katakan padaku saat
aku mengeluh betapa banyaknya wanita cantik di luar sana. Kau bilang aku
memiliki kecerdasan dan kecantikan. Sebuah kombinasi langka yang jarang dimiliki
oleh banyak wanita. Untuk sesaat kecemasan itu hilang dari diriku.
Tapi kemudian aku menemukan
kenyataan bahwa di luar sana begitu banyak wanita-wanita yang jauh lebih cantik
dan lebih cerdas dariku. Aku kembali cemas melihat wanita pengacara itu ataupun
dokter muda itu. Mereka adalah wanita-wanita yang luar biasa sementara aku
hanyalah seorang wanita lulusan SMA dan menjadi pegawai biasa.
Tapi kau menenangkanku. Katamu
aku wanita soleha yang selalu menjadi dambaan semua pria soleh. Kau berkata
betapa beruntungnya dirimu, seorang pria biasa yang tidak soleh tapi diberi
kehormatan untuk menjadi suamimu.
Dan kau berhasil! Kau berhasil
mengembalikan kebahagiaanku dan meredam kecemasanku. Meski aku tahu ini
terkesan sedikit narsis, tapi aku bahagia memiliki suami sepertimu yang selalu
memujiku. Kau membuatku merasa menjadi wanita sempurna di matamu.
Dengan segera seluruh kecemasaku
hilang.
Tapi ada satu saat dimana aku
nyaris jatuh dan tak ingin bangkit lagi. Saat seorang gadis muda, mungkin 2
atau 3 tahun di bawahku, datang ke rumah dan menyatakan keinginannya untuk
dinikahi olehmu. Untuk menjadi istri keduamu. Untuk menjadi maduku.
Kalimat-kalimat gadis itu seperti
menamparku berulang-ulang. Meruntuhkan kebanggaanku sebagai istrimu. Aku tak
mau percaya dengan apa yang dikatakan gadis itu kalau kalian telah dekat selama
beberapa bulan ini. Kupandangi gadis itu berulang-ulang. Dia cantik, dari
caranya bicara dia terlihat cerdas, dia tegar, dan aku tahu dia pasti seorang
wanita soleha. Bagaimana tidak? Dia lebih memilih membuang harga dirinya di
hadapanku dengan menawarkan dirinya sendiri untuk dinikahi oleh seorang pria
yang telah menjadi suamiku daripada menjalin hubungan diam-diam dan merusak
martabatnya sendiri. Aku akui, butuh keberanian sebesar gunung dan keteguhan
seluas samudera bagiku untuk dapat duduk di posisi gadis itu.
Sayangnya aku memang egois dan
aku tak mau membagimu dengan siapapun, sayang.
Maafkan aku sayang, telah menolak
permintaan suci gadis itu. Aku bukanlah para ummul mukminin yang ikhlas membagi
Rasulullah dengan wanita-wanita lain. Kau pun bukan manusia seagung Rasulullah
yang mampu berbuat adil untuk istri-istrimu.Maafkan sayang, aku hanya seorang
wanita biasa pada akhirnya jika telah menyangkut masalah perasaaan. Aku hanya
terlalu mencintaimu.
Dan kemudian gadis itu pergi dari
hidup kita. Kehidupan kita kembali normal seperti biasa. Aku tetap menjadi ratu
di hatimu. Meskipun kebahagiaan rumah tangga kita belum lengkap tanpa tangisan
seorang bayi dan tawa berderai anak-anak. Aku belum mampu memberimu seorang
buah hati yang akan kau peluk dan kau ciumi.
Tapi anak yang kita nantikan itu
telah datang sayang. Dia telah hadir di dalam diriku dan kita hanya perlu
bersabar selama beberapa bulan sebelum dapat bertemu dengannya.
Tapi kenapa kau malah pergi???
Kenapa kau meninggalkan aku
sendirian di sini, bersama anak kita?
Apa kau tidak ingin melihat
seperti apa rupanya? Apa kau tidak ingin tahu apa anak kita akan secantik aku
atau setampan dirimu?
Apa kau tidak ingin menemaniku
membesarkannya? Mendidiknya? Memeluknya? Membelainya? Menggelitikinya?
Kenapa kau tidak mau sayang???
Kenapa kau tidak mau menjawab
aku???
Kenapa kau hanya diam saja? pergi
begitu saja?
Jangan pergi sayang, aku mohon.
Aku akan mencintaimu dua kali lipat lebih banyak dari sebelumnya. Aku akan
menyayangimu dua kali lipat lebih banyak dari sebelumnya. Bahkan aku pun akan
mengijinkanmu membawa wanita lain ke kehidupan kita asal kau mau kembali
kepadaku.
Kenapa kau berubah sayang?
Perubahan itu membuatmu
menjauhiku, lebih sakit daripada yang pernah aku bayangkan dulu saat gadis itu
datang menemuiku.
Sayang, aku mohon, kembalilah.
Aku tidak ingin sendiri.
Aku mencintaimu.
Jangan pergi….
(Surat seorang wanita untuk
suaminya, salah seorang korban kecelakaan pesawat yang menewaskan seluruh
penumpangnya)
Comments
Post a Comment