Adinda merapikan kebaya yang dikenakannya, menarik-narik ujung renda kebaya hingga terlihat licin lagi. Tangan kecilnya bergetar terasa resah, meski kebaya lusuh itu sudah rapi dia masih saja terus menerus menarik-nariknya hingga tangannya pun berpindah pada sanggul rambutnya. Adinda, 15 tahun, baru menikah dengan Saijah suaminya, baru dua bulan dan kini dia harus mengantar kepergian suaminya untuk bertaruh nyawa. Saijah tersenyum memandangi gadis kecilnya. Tubuh kurus dan sedikit bungkuk itu, tangan kasar yang setiap hari bergelut dengan sawah, bola mata yang mengerjap-ngerjap cemas, kuku-kuku jari yang kotor (Saijah sudah meminta Adinda memotongnya sejak beberapa hari lalu. Tapi Adinda selalu saja lupa melakukannya), dan kebaya terbaik yang dimiliki istrinya, hadiah pernikahannya untuk Adinda – lungsuran dari ibu Saijah. Dia meraih tangan Adinda, menautkan jari jemarinya dengan jari Adinda agar gadis itu tenang. Raut wajah Adinda seperti orang yang hampir menangis ketika Saij