Bromo. Dia (Wonderful Indonesia)
Seharusnya aku tidak berlari dan meninggalkanmu begitu jauh. Tapi aku perlu berlari, agar kamu tak dapat menyusulku dan melihat luka menganga yang amat dalam. Tidak, kamu tidak boleh melihatnya. Bromo, akhir tahun 2012 Aku menyesap udara dingin di Cemoro Lawang, memenuhi paru-paru dengan udara segar pegunungan. Jaket milikku terlalu tipis, pertanda kalau aku pergi ke Bromo tanpa persiapan matang. Ah, tak apa, pikirku. Aku ingin menggigil, merasakan hawa dingin yang menyusup di antara sendi, agar perasaan linu di dada dapat tertutupi. Kadang luka yang ditutupi dengan luka yang lain mampu membuatku sejenak melupakan bekas luka yang masih menganga seperti kawah Bromo yang selalu mengeluarkan asap. Beberapa orang sudah bersiap-siap naik ke atas jip. Beberapa orang yang sama sekali tidak aku kenal, hanya sekedar berbagi biaya kendaraan yang akan mengantar kami menyentuh kaki Bromo. Mereka semua berjaket tebal, sarung tangan, bahkan ada yang mengenakan masker. Dalam hati aku men