Flying Alone

Menepuh perjalanan jauh sendirian ternyata seru juga.

Serunya itu kalau lagi bengong di bandara nunggu boarding. Atau pas dapat kabar bahagia kalau penerbangan delay sampai hampir 3 jam. Seru juga waktu harus ke kamar kecil sendirian dengan barang bawaan sekampung atau kalau mau sholat dan mau pergi makan. Seru…seru… saking serunya saya mau sewa pesawat jet pribadi buat kemana-mana biar tidak usah berjelaga di bandara sambil melihat orang lalu lalang di depan saya. Mulai dari mbak-mbak bule yang cantik, suami istri yang romantis, pasangan muda yang heboh… semuanya ada di bandara dan bisa dijadikan bahan observasi perilaku penumpang maksapai penerbangan di Indonesia yang terkenal dengan kekaretan jadwal penerbangannya.

Jadi bisa saya simpulkan, bepergian sendiri itu tidak seru kalau harus transit dan delay berjam-jam.


Hanya saja, menyenangkan bisa duduk sendirian di kabin pesawat dekat jendela sambil memandangi awan yang berarak atau memandangi indahnya pemandangan lampu-lampu perkotaan di malam hari ketika pesawat sebentar lagi akan landing. Kita bisa memandangi semua itu dengan khidmat tanpa perlu diganggu dengan pertanyaan tidak penting dari teman perjalanan kita. Dan itulah yang saya alami selama di dalam pesawat dari Makassar menuju Surabaya. Sebuah ketenangan meski hanya selama satu jam lebih sepuluh menit. Saya diberi waktu untuk sendiri dan mulai memikirkan banyak hal. Mau tidak mau, saya menyukai saat-saat kesendirian seperti itu. saat dimana imajinasi saya dapat beterbangan kemanapun yang saya inginkan tanpa khawatir akan terganggu oleh apapun. Saya senang terbang sendirian dan menyandarkan kepala saya di kaca jendela pesawat.

Saya teringat dengan pasangan suami istri yang saya jumpai di bandara Hasanuddin. Meski mereka jalannya agak terburu-buru di depan tempat saya duduk, tapi saya sempat melihat sang suami memegang erat tangan istrinya seolah-olah dia takut istrinya terpisah darinya dan tenggelam oleh hiruk pikuk bandara. Padahal mereka bukan pasangan muda yang biasanya sedang mesra-mesranya. Sang istrinya sepertinya sudah seumuran paman dan tante saya tapi lihatlah bagaimana sang suami menjaga hubungan mereka : dengan tidak sedikit pun melepas genggaman tangannya kepada sang istri.

Atau sepasang kakek nenek yang duduk di samping saya. Usia mereka mungkin sekitar 60 atau 70 tahun. Entah akan kemana mereka di usia senja seperti itu. Meski mereka berdua tak banyak berbicara, tapi dari pandangan mata sang kakek saya tahu kalau dia tak pernah melepas pandangannya kepada sang istri. Sederhana memang, tapi mungkin kesederhanaan itulah yang mempertahankan pernikahan mereka selama berpuluh-puluh tahun.

Ahya, menurut kabar terakhir pesawatnya akan berangkat pukul 7 malam tapi sepertinya belum ada tanda-tanda akan berangkat. Hh…Merpati memang selalu ingkar janji.

23 Oktober 2011
Bandara Sultan Hasanuddin Makassar
Saya penumpang yang terlantar (bukan judul sinetron)

Comments

Popular posts from this blog

Pierre Tendean (Lagi-lagi)

Saya dan Tahun 60-an

Antara Pierre Tendean dan Hiruk Pikuk Jalanan Di Depan Kantor