(Lagi) Tentang Mimpi


komikmuslimah.blogspot.com
Apa yang sebenarnya kita (saya) pikirkan tentang mimpi?

Saya punya mimpi yang cukup sederhana : menjadi seorang guru di pedalaman. Saya rasa sudah berulang kali saya berkoar-koar ingin menjadi guru, ya, hanya di lisan saja. Tapi apa yang membuat saya begitu ingin menjadi guru?

Mama saya seorang guru. Karena itu dulu sama sekali tidak terlintas di benak saya untuk menjadi seorang guru. Penghasilannya pas-pasan. Jika saya menginginkan suatu barang jangan harap saya bisa langsung memilikinya. Saya harus menunggu sampai mama punya cukup uang untuk membelikan saya barang itu. Atau ya saya harus menabung dengan uang jajan saya. Untunglah sejak kecil saya tidak suka jajan, jadi otomatis saya lumayan ‘berduit’ dan bisa menabung. Saya bertekad benar-benar tidak ingin menjadi seorang guru. Jika ditanya apa cita-cita saya, dengan bangga saya bilang ingin menjadi seorang insinyur – arsitek maksudnya. Sejak kecil saya suka melihat-lihat desain rumah yang ada di majalah punya orang tua saya, saya suka menggambar, jadi saya rasa saya pantas menjadi arsitek. Haha.

Sampai kemudian di majalah (yang mungkin) sama, saya membaca sebuah cerita bersambung yang membuat saya serta merta mengatakan dalam hati : saya ingin menjadi seorang guru. Saya baru membaca cerita itu setelah saya menyelesaikan pendidikan saya, setelah saya duduk manis di belakang meja menjadi seorang penaksir. Cerita tentang seorang perempuan yang memutuskan pergi meninggalkan hidupnya untuk menjadi seorang guru di pedalaman Wasior. Sebenarnya dia memiliki masalah dengan seorang pria hingga dia memutuskan pergi menjauh ke ujung timur Indonesia. Disana dia berkutat dengan berbagai macam masalah, termasuk isu rasis dan perseteruan antar wilayah yang sering terjadi di Papua. Seketika saya ingin menjadi seseorang yang berani. Ya, memutuskan menjadi seorang guru di pedalaman tidak mungkin di ambil oleh seorang penakut. Dan setelah itu saya mulai membaca banyak artikel dan buku tentang pengalaman para guru di pedalaman. Saya jatuh cinta, dengan segera.

Saya semakin ingin menjadi seorang guru setelah mendengar hadits ini :

Apabila manusia meninggal dunia, terputuslah segala amalannya kecuali tiga perkara : shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan seorang anak yang mendoakan kedua orang tuanya. (H.R Muslim, Abu Daud dan An-Nasa’i)

Ilmu yang bermanfaat. Saya takjub ketika tau begitu besar pahala yang bisa saya dapatkan setelah meninggal nanti jika saya mengajarkan ilmu yang bermanfaat kepada murid-murid saya. Setiap murid akan dihitung satu pahala jika mereka mengamalkan ilmu itu dan akan terus berlangsung jika murid saya itu mengajarkannya kepada orang lain. Masya Allah, luar biasa. Bagaimana jika kita mengabdi selama bertahun-tahun? Mengajar beratus-ratus anak? Dan anak-anak itu menyampaikannya kepada minimal satu orang sepanjang hidupnya? Berapa yang bisa kita dapatkan sebagai bekal kita di kubur kelak?

Ah, saya memang sangat perhitungan.

Tapi saat ini dua hal itu sudah menjadi motivasi yang cukup kuat bagi saya jika suatu saat diberi kesempatan kedua untuk mengikuti apa yang menjadi keinginan saya. Yah, zona nyaman ini terlalu mengikat, terlalu menjadi candu dan terlalu cantik. Saya seperti sedang jatuh cinta pada sesuatu yang tidak pantas saya cintai - zona nyaman itu sendiri. Padahal dia hanya berupa kotak yang dibungkus dengan cantik tapi isinya ternyata kosong. Sama seperti ketika laki-laki lebih memilih seorang gadis yang cantik tapi tak punya nilai tambah apa-apa *sorry to say*

Untuk sekarang, saya cukup menuliskan mimpi saya ini ke atas halaman word berwarna putih dan semoga saja - saya benar-benar berharap - ada malaikat yang membacanya dan mengaminkan mimpi saya ini. *yang lagi baca tolong diaminkan juga dong :P*

11.21 AM
Kantor, sepi, hampa, kosong

Comments

Popular posts from this blog

Pierre Tendean (Lagi-lagi)

Antara Pierre Tendean dan Hiruk Pikuk Jalanan Di Depan Kantor

Saya dan Soe Hok Gie