Karena Allah Sesuai Prasangka Hamba-Nya

“Aku sesuai dengan prasangka hamba-Ku, & Aku selalu bersamanya jika ia mengingat-Ku. Jika ia mengingat-Ku maka Aku akan mengingatnya. Jika ia mengingat-Ku dalam suatu kumpulan orang, maka Aku akan mengingatnya dalam perkumpulan yang lebih baik daripada mereka. Jika ia mendekatkan diri kepada-Ku sejengkal, maka Aku mendekatkan diri kepadanya sehasta. Jika ia mendekatkan diri kepada-Ku sehasta, maka Aku akan mendekatkan diri kepadanya sedepa. Dan jika ia mendatangi-Ku dalam keadaan berjalan, maka Aku akan mendatanginya dalam keadaan berlari.” (HR. Al-Bukhari no. 7405 & Muslim no. 2675)

“Aku sesuai dengan prasangka hamba-Ku..."
Hadits di atas adalah sebuah hadits qudsi yang selalu mengingatkan saya untuk berpikir positif. Bukan karena kita merasa wajib untuk berpikir positif, tapi untuk menjalani hidup yang sebentar ini, berpikir positif adalah sarana menikmati hidup. Masalah prasangka atau bagaimana kita melihat suatu keadaan menjadi penting karena sedikit saja kita memasukkan unsur negatif di dalam prasangka kita, bisa dipastikan seluruh sisa hari kita akan menjadi hari yang buruk.

Pada suatu waktu, saya menghadapi keadaan yang cukup berat yang awalnya karena sebuah kesalah pahaman. Jika saat itu saya memandang keadaan itu sebagai suatu musibah bagi saya, tentu saja saya akan berpikir Allah tidak adil. Saya akan berpikir, kenapa harus saya? Kesalahan apa yang sudah saya lakukan padaNya. Tapi saat itu saya mencoba memandang keadaan tersebut sebagai suatu kasih sayang Allah kepada saya. Saya tau Allah mencintai saya. Saya tidak pernah ragu pada cintaNya kepada saya. Dia lebih tau mana yang terbaik, termasuk lebih tau bagaimana cara menyayangi hamba-hambaNya. Ada hamba yang disayangiNya dengan cara diberi kenikmatan, ada pula hamba yang disayangiNya dengan cara diberi ujian. Tak masalah, karena dua-duanya adalah bentuk cinta dari Yang Maha Agung.

Pikiran positif seperti ini ternyata amat sangat membantu saya. Saya bisa menghadapi persoalan itu dengan tenang, tanpa harus cemas, khawatir dan gelisah. Meskipun pada akhirnya saya tidak bisa menyelesaikan masalah itu, saya tidak merasa rugi apa-apa. Saya tidak merasa telah membuang waktu, tenaga dan materi saya dengan sia-sia karena saya justru menikmati masa-masa ketika sedang menghadapi masalah. Saya menikmati setiap doa yang saya mohonkan padaNya, saya menikmati setiap sakit yang menerpa perasaan, dan saya menikmati setiap kecewa yang mencederai kepercayaan.

Sejak dulu saya tidak pernah menyepelekan yang namanya sudut pandang. Memandang segala hal dengan negatif hanya akan menambah keluhan dan kesusahan atau yang terburuk, kita akan menyalahkan takdirNya. 

Yang mencintai pasti tidak akan pernah menyakiti yang dicintai. Allah tidak akan pernah menyakiti hamba-hambaNya karena cinta Allah kepada hamba-hambaNya lebih besar daripada cinta seorang ibu kepada anaknya. Yakinkan diri, hal-hal berat yang kita hadapi adalah bentuk perhatianNya kepada kita. Jika kita tak mau mendekat kepada Allah dalam keadaan bahagia, maka bisa saja Allah mendekatkan kita kepadaNya dalam keadaan sedih. Allah sedang rindu, sehingga Dia menegur kita dengan cara yang indah. Dengan cara yang membuka mata hati kita. Dengan cara menambah kerindangan sabar kita atau dengan cara menguatkan akar ikhlas kita. Siapa yang tau? Kita cukup berprasangka baik padaNya, maka kebaikan pula yang akan kita dapatkan.

Yang namanya masalah itu ibarat air yang menyelimuti tujuh puluh satu persen bumi. Pilihan ada di tangan kita, apa kita ingin tenggelam di dalamnya atau berenang menikmati sejuk airnya. Apa kita akan menghabiskan tenaga untuk menimbun lautan, atau membuat kapal untuk berlayar di atasnya. Semua pilihan itu ada pada kita.

Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. (Al-Baqarah:286)

Sekarang tersenyumlah. Gratis kok :)

20.48
Kamar
Hasbunnallah wani'mal wakiil....

Comments

Popular posts from this blog

Pierre Tendean (Lagi-lagi)

Saya dan Tahun 60-an

Antara Pierre Tendean dan Hiruk Pikuk Jalanan Di Depan Kantor