Perempuan Semilyar Mimpi


Perempuan ini percaya, Pramoedya Ananta Toer adalah jodohnya kalau saja dia tidak lahir enam puluh tiga tahun setelah Pak Pram lahir. Jatuh cinta pada kopi dan hujan, yang jika keduanya dikombinasikan maka akan membuat jemarinya tidak berhenti untuk mengalirkan kata-kata di kepalanya ke atas halaman word di laptopnya. Tapi baginya tidak akan pernah sempurna tanpa ada dia. Secangkir kopi, hujan, dan dia. Dia yang saat ini entah berada dimana.

Suatu saat nanti dia bertekad untuk pergi ke Paris hanya untuk memastikan, benarkah pria-pria Prancis itu semua sama memesonanya dengan tokoh Jean seperti yang ada di dalam cerpennya? Dan dia ingin sekali ke Praha dan Budapest hanya karena sebuah artikel pendek yang pernah dia baca dari sebuah portal berita.

Dia percaya, pada semua perjalanan yang telah dia lakukan, di sana ada pelajaran yang bisa dia ambil. Tidak hanya sekadar berlarian mengejar bus di Jakarta, naik becak berkeliling Malioboro di Jogja, bersepeda motor dari Bandung ke Tangkuban Perahu, naik jalur MRT yang salah di Singapura, menyusuri Chao Phraya dengan perahu di malam hari, atau bahkan bertemu seorang laki-laki tampan, pendiam, berkulit gelap dan berkaca mata di Phuket.

Punya obsesi menghabiskan hari tuanya di sebuah desa terpencil, menjadi seorang guru dan memiliki sawah yang luas dan hewan ternak. Lebih menyukai aroma shampo dan sabun mandi daripada parfum, penggila warna biru dan boneka matryoshka serta konsumen tetap pisang molen.

Mudah luluh dengan sosok yang cerdas dan humoris. Suatu saat ingin mengurus sebuah home stay sederhana di desa-hari-tuanya. Sebuah home stay yang membuat siapa pun yang menginap di sana merasa seperti sedang berada di rumah. Sebuah home stay yang akan ditulis oleh para pencerita yang pernah singgah di blog mereka, bahwa betapa suasana kekeluargaan jauh lebih penting daripada kemewahan. Sebuah home stay yang memiliki rak buku tinggi di ruang tamu yang menyimpan berbagai buku untuk saling ditukarkan kepada para pengunjung.

Tapi kadang keinginan untuk memiliki sebuah rumah cantik di tepi pantai dengan balkon menghadap lautan lepas menggelitiknya. Dia suka suara debur lautan yang menghempas, dia juga suka dengan kelap kelip lampu dari perahu nelayan yang tengah menjala ikan, dan dia suka duduk di sisi seseorang saat senja tiba, menyandarkan kepalanya di bahu orang itu dan sama-sama memandangi matahari yang mulai larut.

Lebih dari itu, dia menginginkan sebuah perjalanan seru berkeliling dunia, dengan sebuah volkswagen tua, melintasi garis batas negara, berkemah di bawah bintang, menghabiskan waktu dengan mengunjungi banyak tempat.


Dia, perempuan dengan semilyar mimpi.

21.34
29 Juni 2014
Selepas Tarawih

Comments

Popular posts from this blog

Pierre Tendean (Lagi-lagi)

Saya dan Tahun 60-an

Antara Pierre Tendean dan Hiruk Pikuk Jalanan Di Depan Kantor