Army's Spouse
Semalam
saya baca-baca artikel suka duka jadi istri tentara (jangan tanya kenapa saya
baca artikel-artikel itu) dan menemukan lebih banyak dukanya daripada sukanya.
Duh...
Ternyata jadi istri
tentara itu harus ikut aturan dari kantor sang suami. Hii...menakutken. Potongan
rambut diatur, tidak boleh menginap di luar asrama lama-lama – di rumah orang
tua sendiri sekalipun, di absen tiap pagi, belum lagi dengan kegiatan ibu-ibu Persit yang
tentu saja memerlukan perhatian. Apalagi kalau ditinggal suami yang pergi
bertugas atau sekolah lagi. Sengsaranyo...
Dan dengar-dengar Ibu-ibu Persit harus bisa main volli #eaaa
Ada Ibu Persit yang
curhat, selama 16 tahun pernikahan mereka, hanya 6 tahun dia merasakan
kebersamaan dengan suaminya. Duh…ternyata kalau mau jadi istri tentara memang harus
kuat mental persis suaminya yah? Apa tidak bisa gitu si istri ikut kemanapun
suaminya bertugas? Malah ada yang cerita baru 4 bulan menikah suaminya sudah
harus bertugas ke daerah lain. Pas istrinya lagi hamil, suaminya harus bertugas
ke Papua. Setelah melahirkan, anak baru beberapa bulan, sang suami harus pergi
lagi. Sepertinya saya tidak sanggup menjalani kehidupan seperti itu #eh
Hanya berandai-andai
saja kalau saya menjadi istri tentara. Pasti saya senewen kalau harus jarang
ketemu sama suami. Apalagi kalau mereka bertugas di hutan dimana tidak ada
sinyal telepon dan internet di sana. Gimana mau fesbukan, twitteran dan video call sama dia L
Misalnya saya baru
menikah dengan seorang tentara Korps Zeni pangkat Letnan Satu lulusan ATEKAD
yang baru saja menjalani pelatihan intelejen (Pierre Tendean dong. Plakkk…)
-Saya : (ceritanya saya
manggil dia kakak. Pierre kan lebih tua *yakali). Kak, kita jalan-jalan ke Bali
yuk!
-Dia : Aduh, tidak bisa
sayang. Kakak lagi ada tugas ke Aceh (pasang muka prihatin)
-Saya : manyun
Lain waktu,
-Saya : Kak, temani saya
ke Jakarta dong. Mau nonton Indonesia Open *big grin
-Dia : Indonesia Opennya
kapan sayang? Asal jangan bertepatan dengan tugas ke Papua yah!
-Saya : *liat kalender*
err…kayanya waktunya samaan deh kak *nangissss
Kemudian…
-Saya : Kak, ada tiket
promo nih. Berangkat dari Denpasar ke Pulau Komodo sama Labuan Bajo. Kesana yuk!
Kapan lagi coba? Kakak ambil cuti aja.
-Dia : *pasang muka
memelas* baru saja saya dipanggil komandan. Ada panggilan ikut pendidikan di
Bandung sebulan. Jadi gimana sayang? Kapan-kapan aja ya kesana?
-Saya versi istri sholeha
penyejuk hati suami : *tersenyum memberi semangat* Oh, bagus dong. Kakak nanti
hati-hati di sana yah? Semangat! Semoga berhasil.
(tapi kalau saya ikut ke
Bandung bisa tidak? Lumayan, daripada ditinggal sendirian di asrama. Hihi…)
-Saya versi istri yang
banyak mengeluh : *lempar isi lemari pakaian ke teras rumah*
Mungkin begitulah
gambaran kalau saya menjadi seorang istri tentara. Sepertinya saya harus buang
jauh-jauh keinginan travelling saya bersama dia. Keinginan untuk ikut terus
mendampingi dia kemanapun itu. Eh, tapi kalo sampai dia dapat tugas menjaga perbatasan
di Papua, saya harus ikut!
Tapi selalu ada
kebanggan yang terselip di dalam hati para istri-istri tentara itu meskipun
mereka selalu menjadi nomor dua setelah urusan Negara. Saya yakin mereka bangga
mendampingi pria-pria hebat yang telah mengikrarkan diri untuk mengabdi kepada
Negara. Pilihan seperti itu tidak pernah mudah. Salut untuk mereka :)
UPS Pelita
1.11 PM
Rain drops
Comments
Post a Comment