Motherhood


Semalam, sekitar pukul 12 teman saya nelpon. Memang dasar emak-emak yang satu ini. Masa nelpon saya jam 12 malam di saat saya telah terlelap dan enggan untuk bangun lagi? Jadinya saya hanya melirik sebentar ke layar telepon untuk melihat nama siapa yg muncul - sekedar memastikan apa telepon tadi malam harus saya angkat atau tidak. Dan saya memutuskan kembali tidur lagi.


Bangun sahur saya melihat ada 5 panggilan tak terjawab, semuanya dari teman saya itu. Sebenarnya kami adalah teman akrab dari SD sampe SMA. Tapi setelah dia menikah dan pindah ke Gorontalo, plus memiliki seorang anak laki-laki yang lincahnya minta ampun, kami semakin jarang berkomunikasi dan bahkan tidak sama sekali sejak setahun yang lalu. Jadi saya pikir dia nelpon, sampe 5 kali, pasti karena ada hal yg penting. Makanya sampe di kantor sy nelpon balik ke dia. Daann...


"Assalamu'alaikum. Hey, ada apa? Kok nelpon tengah malam bu? Sudah tewas sayanya"

"Wa'alaikumsalam. Tidak kok. Cuma tidak bisa tidur saja, makanya saya nelpon..."

Jahh...tetap saja ibu yg satu ini nyentriknya tidak ilang-ilang. Waktu SMA, saat semua cewek-cewek yg lain gaya-gayaan pakai sendal keren pas pergi les, dia malah dengan santainya pakai sendal jepit! She's out of the box and it made us closer.

Kemudian percakapan kami di telepon berlanjut dengan nostalgia jaman SD.

Saya bercerita tentang reuni bersama teman-teman SD di bulan Ramadhan setahun silam. Tahun ini pun kami sudah berencana mau kumpul-kumpul lagi untuk mengenang masa-masa konyol kami saat usia kami belum genap 11 tahun.

"Eh, si ini masih ingat? Ya ampun, dia sudah berubah sekali"

"Klo yg itu masih ingat tidak? Klo dia juga sudah berubah"

"Klo si anu? Jahh...dia mah tetap gitu-gitu aja dari SD. Tidak ada perubahan"

Eh, eh, kok malah kesannya jadi rumpi sih? Padahal niatnya cuma mau kasih gambaran ke dia gimana keadaan teman-teman SD kita sekarang.

Sampai akhirnya tema percakapan yang tidak begitu saya sukai muncul kembali.

"Eh, si itu sudah nikah ya?" tanyanya sambil menyebut nama salah seorang teman kami.

Huufftt...sebuah pertanyaan yg berat karena ujung-ujungnya pasti akan muncul pertanyaan yg paling menyebalkan sedunia. Dirimu kapan nyusul? #AsahPiso

Pertanyaan yang sesungguhnya tidak perlu ditanyakan karena semua sudah tahu jawabannya. Siapa sih yang tidak mau nyusul juga? Cuma belum ada saja orang yang beruntung mendapatkan saya. Makanya cariken dong! (Pinginnya jawab seperti itu. Tapi yang ada setiap pertanyaan seperti itu saya selalu jawab 'kapan-kapan')

"Iya, sudah. Anaknya sudah besar malah. Sudah mau 7 bulan"

"Trus anak si anu gimana?" Tanyanya lagi.

"Sudah besar juga. Sudah mau setahun. Kalo anak si itu sudah besar juga. Waktu reuni dia bawa anaknya. Wuih, kalo reuni lagi nanti semua pasti pada bawa anak masing-masing" ealah, sy malah ikut kepancing. Terpaksa pembicaraan yang membahas masalah sensitip ini terus berlanjut.

"Anak saya juga sudah besar. Sudah mau dua tahun"

"Iya, tidak terasa ya anak kalian sudah besar-besar"

"Bagus dong. Biar kalo anak saya sudah SMP saya masih keliatan muda..."

Plakkk....pada titik inilah saya mulai merasa tertampar.

Lah, emang kenapa kalo tampang saya sudah keliatan tua baru punya anak? Tidak ada yg melarang kan? Paling juga disangka neneknya *seduh kopi *minum seteko #eh

"Bicara sama anak saya ya" dia menawarkan dan memanggil anaknya.

"Iya! Mana? Sini! Sini!" Kata saya penuh semangat berlebihan "halo? Fahri? Assalamu'alaikum..." Sapa saya. Ahya, nama anaknya Fahri. Lahir setelah era film Ayat-ayat Cinta. Suaranya kecil dan lucu. Sok pemalu gitu. Padahal dulu pas saya main ke rumahnya di Gorontalo, hebohnya minta ampun. Lari kesana-kemari, teriak-teriak, ngambil apa aja barang yg saya bawa....

Pembicaraan kami kemudian harus terhenti karena teman saya harus memandikan anaknya.

Ah..kesibukan seorang ibu seperti biasa. Sama seperti teman-teman saya yang lain.



Rumah, menanti adzan Isya
28 Juli 2012
7.05 PM

Comments

Popular posts from this blog

Pierre Tendean (Lagi-lagi)

Antara Pierre Tendean dan Hiruk Pikuk Jalanan Di Depan Kantor

Saya dan Soe Hok Gie