SUNNY


Sebenarnya saya bukan orang yang suka nonton film, kadang-kadang saja kalo lagi tidak ada kerjaan dan dapat rekomendasi film bagus dari teman. Tapi karena film yang satu ini memang sangat keren, makanya saya bela-belain menulis review-nya. Ada banyak film bagus yang pernah saya nonton, tapi hanya sedikit dari film bagus itu yang benar-benar wajib untuk saya rekomendasikan. Salah satunya adalah film berjudul SUNNY ini. Sebagai orang yang tidak begitu menyukai film Korea (saya lebih suka film-film Thailand), saat menontonnya saya tidak begitu berharap lebih dengan film ini.

Temanya sederhana saja : persahabatan. Sebuah tema yang mungkin tidak akan dilirik oleh produser sinetron-sinetron di Indonesia yang lebih suka dengan tema-tema spektakuler semacam rebutan harta, pembunuhan, lupa ingatan dan balas dendam. Tapi justru karena tema yang sederhana itulah film ini menjadi sangat mengena buat saya. Bukankah Leonardo Da Vinci pernah bilang, simplicity is the ultimate sophistication. Hal-hal sederhana justru adalah hal yang paling mewah dalam hidup. Persahabatan mereka digambarkan dengan apik di film ini. Sunny membuat saya langsung teringat dengan teman-teman SMA saya dulu. Tidak terasa sudah 6 tahun saya meninggalkan bangku SMA. Hwuaa...saya sudah tuaaa *geplak*

Dibuka dengan adegan pada sebuah rumah di pagi hari. Seorang wanita bernama Im Na Mi yang bangun pagi, memasak sarapan untuk anak dan suaminya, kemudian membersihkan rumahnya setelah suaminya berangkat kerja dan anaknya berangkat sekolah. Digambarkan kalau hidup Na Mi sangat monoton, melakukan hal yang sama berulang-ulang setiap harinya. Sampai kemudian dia bertemu dengan teman masa SMA-nya di rumah sakit.

Nama temannya itu adalah Chun Hwa, pemimpin dari geng mereka yang bernama Sunny saat SMA dulu yang terdiri dari 7 orang anak perempuan. Chun Hwa ternyata menderita terminal kanker dan hidupnya divonis tidak akan lama lagi. Dia meminta Na Mi mengumpulkan semua anggota Sunny dan ingin berkumpul bersama mereka lagi untuk terakhir kalinya setelah hampir 25 tahun tidak pernah bertemu.

Teman pertama yang berhasil ditemukan Na Mi adalah Jang Mi, temannya yang gendut dan terobsesi memiliki kelopak mata yang lebar. Sekarang dia menjadi seorang sales asuransi yangnyaris gagal karena penjualan polis bulanannya selalu yang paling sedikit.

Jang Mi kemudian membawa Na Mi ke seorang detektif untuk mencarikan teman mereka yang lain. Err...saya tidak yakin ketika pertama melihat detektif ini. Penampilannya benar-benar tidak meyakinkan. Tapi nyatanya dia berhasil mengumpulkan seluruh anggora Sunny lainnya kecuali seorang saja. Gadis paling cantik di geng mereka, Su Ji.

Hal yang menyentuh dari film ini adalah kenyataan. Ya, kenyataan yang harus Na Mi terima karena ternyata teman-temannya tidak berhasil meraih mimpi-mimpi mereka. Geum Ok yang ingin jadi penulis ternyata harus berakhir menjadi seorang ibu rumah tangga yang disepelekan oleh keluarga suaminya. Bok Hee yang bercita-cita menjadi Miss Korea harus menjadi seorang wanita penghibur. Di sini terasa sekali betapa waktu telah mengubah segalanya. Menghapus tawa ceria mereka dan menggantinya dengan segala permasalahan hidup yang pahit.

Flash back kehidupan Na Mi dewasa dan Na Mi remaja bersama teman-temannya ditampilkan dengan sangat sempurna. Meski jalan cerita meloncat-loncat dari masa lalu ke masa depan, kita tidak akan kebingungan. Benang merahnya terjalin tanpa cela. Selain itu, nilai lebih film ini adalah suasana pertengahan tahun 80-an benar-benar terasa. Saya seperti sedang menonton film jadul tahun 80-an. Soundtrack-nya pun adalah lagu-lagu lawas yang populer di tahun itu. Seperti lagu Sunny-nya Boney M, Girl Just Want To Have Fun-nya Cyndi Lauper juga lagu Reality-nya Richrad Sanderson. Digambarkan juga situasi politik yang cukup panas pada masa itu ketika terjadi demo dari para buruh. Adegan paling lucu menurut saya itu pas adegan perkelahian geng Sunny dengan geng anak perempuan dari sekolah lain (nama gengnya Wonder Girls. Haha...) di tengah-tengah kerusuhan demo. Haha...I can’t stop laughing at this scene! Apalagi pas adegan tarik-tarikan antara tentara – pendemo - geng Sunny - geng Wonder Girls. Haha...silahkan ditonton sendiri.

Dan inilah adegan mengharukannya. Ketika mereka membuat video dan menceritakan mimpi-mimpi mereka untuk diri mereka sendiri di masa depan. Rasanya mudah saja ketika Na Mi kecil berkata untuk Na Mi dewasa kalau dia akan menjadi seorang DJ saat kuliah, pemilik toko komik, menjadi aktris, kenyataannya dia hanyalah ibu rumah tangga yang beruntung mendapat seorang suami yang kaya. Atau ketika Bok Hee mengatakan dia akan menjadi Miss Korea dan memiliki suami dan anak yang mencintainya, ternyata dia berakhir di sebuah rumah penghibur.

Adegan yang agak-membuat-mata-saya-sembab lainnya adalah ketika Na Mi mengunjungi Jun Ho, pria yang disukainya saat SMA dulu untuk menyerahkan lukisan yang dia buat untuk Jun Ho. Mengusik kenangan lama yang sensitif memang selalu tidak menyenangkan. Jun Ho ternyata berpacaran dengan Su Ji, temannya sendiri. Akhirnya lukisan yang Na Mi buat untuk Jun Ho baru bisa diberikan kepada pria itu 25 tahun setelahnya.

Setelah menonton film ini, saya berharap memiliki teman-teman dari masa lampau yang tetap saling menjaga meski masing-masing dari kami telah berumah tangga, punya anak, memiliki kesibukan, and so on. Mereka adalah time capsule yang sesungguhnya buat saya. Cara terbaik untuk mengenang masa yang telah lewat adalah dengan bercerita dan menertawainya. I did it with my high school friends. But I’m not sure we still together after 25 years, with a lot of problem in our life. Time didn’t separate our togetherness, but the life’s problem did.

Tentu saja saya tak akan melupakan masa-masa SMA ketika setiap senin saya selalu dihukum karena terlambat datang upacara, ketika kami jatuh menumpuk di depan kelas gara-gara berebutan masuk kelas, ketika kami seru-seruan saat pemilihan ketua OSIS dan sederet kenangan nan alay lainnya.

10.27PM
UPS Pelita

Comments

Popular posts from this blog

Pierre Tendean (Lagi-lagi)

Antara Pierre Tendean dan Hiruk Pikuk Jalanan Di Depan Kantor

Saya dan Soe Hok Gie