Yes, I'm Chinese. So What?

Saya asli Indonesia kok. Seratus persen. Jadi tidak tepat kalau ada yang menjuluki saya Cina atau Si Mata Sipit. Saya adalah keturunan yang kesekian dari keluarga Papa yang Cina itu. Malah saya tidak tau siapa nenek moyang keluarga saya yang benar-benar berasal dari dataran cina dan bisa-bisanya merantau sampai ke Sulawesi. Saya juga sudah tidak pernah lagi menjumpai keluarga Papa yang pakai bahasa Mandarin. Satu-satunya anggota keluarga yang sering sekali pakai bahasa mandarin ya cuma tante dari papa. Cerewetnya minta ampun, berceloteh pakai bahasa mandarin yang bikin saya bengong (waktu itu saya masih kecil, jadi masih takjub liat orang yang berbicara pake bahasa asing dengan sangat lancar. Terlalu lancar malah).

Dulu itu saya selalu merasa sangat tersinggung kalau ada yang manggil 'mata sipit'. Untungnya waktu itu saya belum tau yang namanya SARA. Kalau tidak, sudah saya tuntut teman-teman SD saya yang sering sekali manggil saya dengan julukan yang tidak mengenakkan itu (haha). Katanya kalau saya ketawa mata saya pasti abis ketutup *nangis di tembok cina*

Pernah waktu saya masih tinggal di Surabaya, saya ngajak teman sekolah saya naik becak. Waktu itu saya tergila-gila dengan transportasi bernama becak ini (sekarang juga masih sik) makanya saya bela-belain ngajak mereka patungan naik becak. Eh, teman-teman saya malah ketawa. 'Wong cino kok numpak becak'. Kata teman saya itu. Dia merasa heran saja karena rata-rata orang cina di Surabaya itu ya naik mobil. Saya cuma nyengir. Lah, aku kan ndak duwe mobil. Lagian siapa sik yang menahbiskan kalau orang cina itu harus kaya? Tidak ada kan? Apalagi saya yang hanya keturuanan sekesekian.

Hal menyebalken lainnya karena memiliki gen yang berlebihan dari nenek moyang saya yang cina itu, semua teman-teman baru saya pasti menyangka saya non muslim dan saya pasti ditinggal kalo pergi sholat. Ihiks...tega nian mereka. Nanya-nanya dulu kek. Kan tidak semua orang cina harus non muslim. Pas saya lari-lari kejar mereka ke mushala sekolah, mereka baru sadar kalau saya juga muslim. Nasib...nasib.

Tapi apapun itu, saya selalu bersyukur. Lagipula sekarang orang-orang tidak akan salah sangka lagi dengan keyakinan saya karena identitas saya sebagai seorang muslimah bisa terlihat jelas. Selain melindungi kehormatan seorang muslimah, jilbab juga menjadi pembeda antara seorang muslim dengan non muslim. Hanya saja tetap, julukan mata sipit itu masih melekat hingga sekarang -_______-"

22.16 PM
Rumah, kamar

Comments

Popular posts from this blog

Pierre Tendean (Lagi-lagi)

Saya dan Tahun 60-an

Antara Pierre Tendean dan Hiruk Pikuk Jalanan Di Depan Kantor