#DiklatLatsarmil Chapter 1

Hari - 1 (10 Desember 2012)

Jadi, setelah melewati perjalanan yang cukup menghentak dada saat berada di pesawat jurusan Luwuk - Makassar yang berasa seperti sedang naik mobil jurusan Luwuk - Toili dan menghabiskan waktu bengong di bandara Hasanuddin karena cuaca buruk (FYI, Makassar benar-benar gelap diselimuti oleh awan dan diterangi oleh kilat serta disambut oleh petir menggelegar. Oke, tidak penting. Saya seperti petugas BMKG saja), akhirnya menjejakkan kaki kembali di Balai Diklat Pegadaian Surabaya. Malam itu juga semua peserta latsarmil dibagikan peralatan 'tempur' untuk delapan hari ke depan yang terdiri dari :
- Kaos kaki dua pasang, motif loreng-loreng, super tebal, dan saya baru paham manfaatnya setelah merasakan sepatu lars tentara.
- Baju seragam dua stel yang dipakai selama delapan hari dengan metode cuci - kering - pakai atau metode cuci - Alhamdulillah agak kering - pakai. Bahkan metode cuci - masih basah - pakai pun digunakan berhubung Surabaya sedang musim hujan.
- Sikat dan semir sepatu untuk menyemir sepatu lars yang saya-heran-kenapa-tentara-nyaman-saja-memakai-sepatu-ini.
- Peples alias botol air minum ala militer dengan volume yang lumayan besar dan benar-benar sangat membantu saya agar tidak dehidrasi.
- Kopel, ikat pinggang ala tentara yang kaku dan tidak gaya dan tidak enak dipakai setiap hari.
- Sikat pakaian. Kata pelatihnya 'kalian cuci baju sendiri. Mana ada laundry di tengah hutan!'. Dan saya pribadi menyarankan agar seluruh asrama militer menyediakan mesin cuci agar para calon tentara itu bisa berkonsentrasi menghadapi beratnya pendidikan militer selama berbulan-bulan. Saya yang hanya delapan hari saja nyaris seteres.
- Ransel. Tidak ada istilah ransel siap pakai. Tentara harus pandai merakit ransel mereka sendiri.
- Karet untuk ujung kaki celana biar rapi dan keren. Tsaahhhhh
- Topi dan sandal jepit.

Jam 2 siang kami dijemput truk marinir di balai diklat dan diangkut ke Sidoarjo menuju Puslatdiksarmil TNI AL di daerah Juanda. Sampai di sana semua HP, jam tangan, dompet dan barang berharga lainnya 'disita' dan akan dikembalikan setelah kegiatan selesai.

Hari-hari militer pun dimulai....

Kami diperintah menggantung tali tambang besar yang kotor dan sukses membuat saya gatal-gatal di punggung. Juga harus memakai helm super berat yang sering dipakai tentara-tentara kalo mau perang. Kata pelatih sih namanya helm bodoh, yang pakai helm itu pasti nanti jadi bodoh. Gimana tidak mau lemot kalo helmnya saja berat, bau dan panas. Kalau cewek-cewek yang pakai jilbab sih tidak apa-apa. Tapi yang cowok sampai pakai pembalut di helm mereka biar kepalanya tidak sakit.

Saya dapat sepatu lars 3 nomor lebih besar. Berat (silahkan tanya sendiri rasanya pada tentara yang baru sehari ikut pendidikan). Semua teman-teman memberi alas sepatu mereka dengan pembalut meskipun kaus kakinya tebal. Bahkan kalau cewek-cewek kehabisan pembalut, silahkan minta ke cowok-cowok. Mereka membawa pembalut yang lebih banyak daripada cewek. Pertama kalinya saya dengar ada sesama cowok yang ngobrol gini : 'eh, kamu sudah pakai pembalut belum?'
Haha....

Hari - 2 (11 Desember 2012)

Upacara pembukaan diklat latsarmil. Ini adalah hari yang paling...benar-benar....pokoknya menderita. Sebelum upacara dimulai kami harus menunggu lapangan yang sedang dipakai untuk gladi pelantikan calon bintara. Bengong liat Kowal yang dengan santainya lari-lari melintasi tiang halang rintang bersama caba laki-laki. Setelah mereka selesai, giliran kami yang gladi upacara pembukaan sekaligus langsung upacara pembukaan. Awalnya sih hanya upacara pembukaan biasa. Tapi setelah upcara selesai, alih-alih dibubarkan kami malah disuruh tiarap, guling-guling di lapangan, tiarap lagi, push up, jalan jongkok sampai-sampai lutut dan kaki saya memar-memar dan ada beberapa teman yang pingsan. Istilahnya sih orientasi. Belum cukup sampai disitu, kami digiring keliling pusdiklat dan diperintahkan membasahi badan dengan air selokan setiap melewati selokan. Tapi puncaknya saat makan siang. Menu makan siangnya nasi komando. Nasi + telur (mentah) + jamu brotowali. Telur mentahnya dicampur bersama nasi, menggunakan tangan yang masih kotor hasil 'menimba' air selokan. Bisa ditebak, saya hanya memandangi makanan itu sambil icip-icip sedikit demi sopan santun, sambil diteriaki pelatih dan pada akhirnya teman-teman yang lain harus ikut menghabiskan nasi komando teman-teman lain (termasuk punya saya) yang belum habis. Saat itu saya benar-benar pasrah dan berpikir lebih baik dihukum daripada harus makan nasi yang bau amis itu (saya memang tidak bakat ikut Fear Factor).

Malamnya saya tidur dengan tempelan salonpas dan olesan counterpain di tangan dan kaki yang pegal minta ampun. Pertama kalinya dalam hidup saya menggunakan produk-produk seperti itu -____-"

Comments

Popular posts from this blog

Pierre Tendean (Lagi-lagi)

Saya dan Tahun 60-an

Antara Pierre Tendean dan Hiruk Pikuk Jalanan Di Depan Kantor