Telur Ceplok Raksasa


Dua hari yang lalu saya bepergian sendiri dan terpaksa menghabiskan dua belas jam di sebuah warung makan di antah berantah, tak bersinyal dan tanpa kepastian kapan akan kembali melanjutkan perjalanan.

Tapi semuanya menyenangkan.

Mobil travel yang akan membawa saya ke Luwuk dari Palu tidak bisa melanjutkan perjalanan karena jembatan di daerah Kabupaten Touna putus diterjang banjir setelah hujan semalaman, sehingga beberapa mobil travel dengan tujuan yang sama memutuskan bermalam di sebuah warung makan – tanpa fasilitas tempat tidur tentu saja.

Pemandangan warung makan malam itu cukup membuat saya betah tidak tertidur, melihat orang-orang yang bergelimpangan di mushola dan mengeluarkan suara koor dengkuran, ada yang tidur menelungkup di atas meja, sampai ada yang memutuskan tidur sambil duduk di dalam mobil.

Malam itu saya menghabiskan dua gelas kopi, berturut-turut pada pukul 2 malam ketika kantuk mulai menyerang dan menjelang subuh ketika mata sudah tidak bisa kompromi lagi. Saya tidak tidur sama sekali, memutuskan ikut nonton acara dangdut di TV yang entah apa sampai mengobrol dengan seorang ibu guru yang baru saja pensiun. Saya cukup beruntung kali ini karena bertemu dengan seorang teman SMP kemudian menghabiskan waktu membahas segala macam bentuk perilaku kami semasa SMP dulu.

Dan baru kali ini saya makan begitu sering di tengah perjalanan. Saya rasa jika kami terjebak sedikit lebih lama lagi bisa dipastikan jarum timbangan saya akan semakin bergeser ke kanan. Mulai dari ngemil coklat, biskuit (yang ada coklatnya), ikan bakar satu porsi malam, sepertiga porsi siang, semangkuk mie rebus yang mungkin karena sedang berada di situasi terjebak banjir sehingga terasa sangat enak, kripik pisang, tahu isi, ah, beruntung dinas perhubungan dengan sigap segera menyambung kembali jembatan yang putus itu sehingga saya tidak perlu berlama-lama untuk menyantap segala makanan yang ada di warung dan yang ditawarkan oleh penumpang lain.

Menjelang siang, setelah harus jalan ke pantai buat cari sinyal biar bisa nelpon mama, kepala kantor, dan teman kantor, datang serombongan bapak-bapak naik sepeda motor yang sedang touring. Entah darimana saja mereka, yang jelas pasti dari jauh kalau ditinjau dari debu  dan tanah yang menempel di pakaian dan sepeda motor mereka. Rombongan bapak-bapak ini jadi salah satu hiburan setelah wajah mulai kusut menunggu kapan bisa berangkat ke Luwuk. Orangnya pelawak semua ternyata. Salah satunya mengaku lulusan UGD. Universitas Gajah Duduk. Mie rebus yang baru saya makan nyaris meloncat keluar.

Ba’da zhuhur akhirnya perjalanan kembali dilanjutkan. Rombongan mobil travel bergerak bersama-sama. Dan di akhir perjalanan, sebuah hadiah cantik menghampiri kami. Di Pagimana, sebuah bola bulat merah dan besar, nampak indah bertengger di kaki langit. Sepertinya dia sedang menunggu kami lewat untuk melihatnya, baru kemudian dia beranjak menghilang. Semua penumpang dalam mobil untuk sesaat terdiam, memandangi bola bulat besar berwarna merah yang nampak seperti kuning telur ceplok raksasa yang terhidang di atas piring berwarna biru gelap. Ah, nampaknya saya mulai lapar lagi. Tinggal sejam lagi sebelum saya bisa meringkuk di balik selimut dan beristirahat.

13.37 PM

Solo traveling isn’t always bad J

Comments

Popular posts from this blog

Pierre Tendean (Lagi-lagi)

Antara Pierre Tendean dan Hiruk Pikuk Jalanan Di Depan Kantor

Saya dan Tahun 60-an